ARCHIDENDRON
PAUCIFLORUM
(KITA MENYEBUTNYA JENGKOL)
Data
Statistik Tanaman Buah-buahan dan
Sayuran Tahunan 2015 yang
diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Oktober 2016, bahwa
produksi petai (Parkia speciosa) sebanyak 261.063 ton, jengkol (Archidendron
pauciflorum) sebanyak 58.691 ton, melinjo (Gnetum gnemon) sebanyak 213.025 ton.
Sentra penghasil petai terbesar adalah Provinsi Jawa Tengah sebanyak 72.757 ton
setara 27,86 persen nasional, sedangkan sentra penghasil jengkol terbesar
adalah Provinsi Jawa Barat sebanyak 10.929 ton setara 18,63 persen nasional.
Produksi jengkol menyebar
di hampir seluruh wilayah Indonesia, namun penyebarannya tidak merata. Produksi
jengkol di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua hanya
sedikit. Sedangkan di wilayah Sumatera produksi jengkol sangat berlimpah. Dalam
skala nasional, provinsi penghasil jengkol terbanyak yaitu provinsi Jawa Barat
dengan produksi mencapai 10.929 ton (18,63 persen), Lampung sebanyak 8.933 ton
(15,22 persen), Jawa Tengah sebesar 5.076 ton (8,65 persen), Sumatera Barat
sebesar 5.057 ton (8,62 persen), Banten sebesar 4.868 ton (7,98 persen),
Sumatera Selatan sebesar 4.021 ton (6,85 persen), Bengkulu sebesar 3.645 ton
(6,21 persen), Sumatera Utara sebesar 3.423 ton (5,83 persen), dan Jambi
sebesar 2.775 ton (4,73 persen).
Gambar : andirerei.com |
Budidaya jengkol
sebelumnya kurang diminati dengan alasan kurang menghasilkan secara ekonomi, namun
sejalan dengan berjalannya waktu dan semakin banyaknya penyuka jengkol, maka
sesuai neraca suplly and demand dalam hukum ekonomi, kini jengkol memiliki
nilai ekonomis yang tinggi. Bahkan meski jengkol bisa menimbulkan efek samping
seperti bau tidak sedap pada urin, bau mulut setelah mengkonsumsi dalam bentuk
buah segar segar sebagai lalapan.
Diketahui bahwa Jengkol memiliki kemampuan untuk
bisa mencegah penyakit diabetes dan bersifat diuretik dan baik untuk kesehatan
jantung selama tidak di konsumsi secara berlebihan. Selain itu tumbuhan jengkol
juga diperkirakan mempunyai kemampuan untuk menyerap air tanah lebih tinggi
sehingga bermanfaat dalam proses konservasi air.
Bukan hanya dijual di pasar
tradisional, kini jengkol dijajakan juga di gerai-gerai pasar modern (supermarket)
bahkan di situs e-comerce (online) dengan harga jual sekitar Rp40.000,00 – Rp60.000,00
per kilogram. Belakangan harga jengkol di pasar beberapa wilayah di tanah air malah
sempat menyentuh harga jual sekitar Rp100.000,00 per kilogram.
Entah apa sebab harga jengkol bisa
sangat ekonomis seperti itu, tapi yang pasti kebutuhan masyarakat akan jengkol
memang makin hari makin naik. Buktinya adalah bahwa produksi jengkol nasional
sebanyak sekitar 60.000 ton per tahun selalu habis diserap pasar. Dan mengingat
harga jengkol yang tinggi di pasar, maka bisa disimpulkan bahwa sesungguhnya
pasokan jengkol sebanyak 60.000 ton per tahun itu masih belum mencukupi
permintaan masyarakat.
Kondisi tersebut membuat potensi ekonomi
budidaya jengkol sangat besar. Dengan produksi sebanyak 60.000 ton per tahun
maka pada harga jual Rp40.000,00 per kilogram saja, kapitalisasi pasar jengkol
mencapai Rp2,4 triliyun. Jumlah yang tidak kecil untuk ukuran komoditi jengkol.
Usaha berkebun jengkol sebenarnya
sangat layak untuk dilakukan mengingat bahwa jengkol berharga jual tinggi namun
mudah dalam budidayanya. Jengkol bisa tumbuh dimana saja tnpa perlu penanganan
dan perawatan yang rumit. Jengkol bermanfaat untuk kesehatan (asal dikonsumsi
tidak dalam jumlah berlebihan). Dapat diolah menjadi beraneka macam
masakan misalnya semur jengkol, rendang jengkol, sambal goreng jengkol, tumis
jengkol atau dikonsumsi langsung sebagai lalapan atau terlenih dahulu diolah
menjadi kerupuk jengkol.
Pada tahun keempat atau tahun kelima
setelah penanaman, biasanya jengkol sudah mulai berbuah meski dalam jumlah yang
belum banyak, produksinya hanya sekitar 15-25 kilogram per pohon. Pohon yang
sehat dengan umur 10 tahun ke atas biasanya dapat menghasilkan sekitar 200 kilogram
buah jengkol segar per musim.
Dengan jarak tanam 10 meter x 10
meter, maka lahan seluas 1 (satu) hektar dapat ditanami sekitar 100 pohon
jengkol dengan produktivitas mencapai 20 ton per musim panen. Jika jengkol di
kebun dihargai oleh pedagang pengumpul sebesar Rp20.000 per kilogram, maka
nilai Rupiah yang bisa didapat sejumlah Rp20.000 x 20.000 kilogram =
Rp400.000.000,00 per musim. Jengkol telah bertransformasi menjadi salah satu
bagian dari perputaran roda perekonomian masyarakat.
Apabila anda punya lahan nganggur,
tidak ada salahnya jika anda “berinvestasi” jengkol. Dengan itu anda akan
memanen buahnya dan menjual batang pohonnya jika sudah tidak produktif. Bahkan anda
ikut menyumbang oksigen (O2) yang dihasilkan pohon jengkol yang sangat dibutuhkan
oleh umat manusia, melestarikan fungsi tata air, sekaligus menangguk
lembaran-lembaran Rupiah.
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.
Jengkol jengkol...barade jengkol
ReplyDeleteđđđ
Delete