POMETIA PINNATA
Pometia pinnata adalah nama botani (latin) dari
tanaman buah Matoa, termasuk ke dalam family sapindaceae, satu keluarga
dengan Rambutan, Leci dan Lengkeng. Namun berbeda dengan Rambutan yang rasanya masam
campur manis, rasa buah Matoa sama sekali tidak ada masamnya, rasanya hanya
manis, sebagaimana rasa buah Lengkeng atau Leci. Namun meski rasanya hanya
manis seperti Lengkeng, tekstur buah Matoa ini terasa lebih empuk, sedangkan
Lengkeng terasa kenyal.
Gambar : google image |
Dalam perjalanan rutin penulis ke pulau Kalimantan,
Sulawesi, Maluku dan Maluku Utara, Papua dan Papua Barat, pohon buah Matoa
dapat dengan mudah ditemukan di wilayah tersebut. Baik di hutan maupun di kebun
masyarakat bahkan di pekarangan rumah warga. Namun entah kenapa, buah Matoa
yang sangat terkenal di masyarakat (khususnya masyarakat di pulau Jawa) hanya buah
Matoa yang berasal dari Papua, dikenal dengan sebutan Lengkeng Papua.
Buah Matoa dari Papua yang terkenal yaitu Matoa
Kelapa dan Matoa Papeda. Sesuai namanya Matoa Kelapa berukuran cukup besar dengan
diameter buah 3,0 - 3,5 cm, sedangkan Matoa Papeda sekitar 2,5 – 3,0 cm. Daging
buah Matoa Kelapa lebih kenyal, tebal dan kering dibandingkan dengan Matoa Papeda
yang lembek dan tipis. Buah Matoa Kelapa lebih difavoritkan konsumen, meskipun
harganya lebih mahal daripada harga Matoa Papeda.
Gambar : google image |
Jika anda berkunjung ke kota Jayapura - Papua pada
bulan Desember – Januari, anda dapat dengan mudah menemukan buah Matoa Kelapa
maupun Matoa Papeda dijual di pasar-pasar tradisional maupun dijajakan di
pinggir jalan raya oleh warga setempat. Harga yang ditawarkan bervariasi antara
Rp75.000,00 – Rp90.000,00 per kg.
Menurut warga setempat, pohon Matoa yang telah
mencapai tinggi sekitar 10-12 meter dan diameter 30-40 cm, dapat berbuah hingga
sebanyak 80-100 kg per pohon. Bahkan menurut beberapa kalangan, pohon Matoa
dengan tinggi 18-20 meter dengan diameter pohon sekitar 100 cm dapat
menghasilkan buah Matoa sekitar 200 kg per pohon.
Sejatinya Matoa adalah anggota vegetasi hutan
belantara yang dimanfaatkan kayunya sebagai bahan baku industri plywood dan
wood working. Namun kini Matoa sudah dibudidayakan sebagai penghasil tanaman
buah di berbagai wilayah di tanah air. Maka tidak heran bila kemudian Matoa
ditetapkan sebagai buah unggul nasional oleh Menteri Pertanian melalui
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 160/Kpts/SR.120/3/2006 tentang Pelepasan
Matoa Papua Sebagai Varietas Unggul.
Gambar : google image |
Dalam kesempatan perjalanan ke Jayapura - Papua pada
akhir tahun 2017, penulis membeli Matoa Kelapa sekitar 3 kg sebagai buah tangan
(oleh-oleh) untuk keluarga di rumah saat penulis hendak pulang kembali ke Bogor
(kota kediaman penulis saat ini). Setelah dikonsumsi bersama-sama, biji-biji Matoa
tersebut kemudian penulis semaikan dalam polybag sekitar 100 polybag.
Ternyata tidak sulit dan tidak rumit, biji-biji
Matoa yang disemaikan dapat tumbuh dengan baik dan subur. Oleh karena itu 4
bulan kemudian, bibit Matoa yang telah mencapai tinggi sekitar 30 cm, penulis
bagikan kepada tetangga rumah dan kerabat di Bogor dan di Bandung. Penulis
sendiri menanam beberapa batang bibit Matoa hasil semaian sendiri tersebut di
Bogor.
Gambar ; andirerei.com |
Bibit Matoa hasil semaian penulis yang ditanam
sekitar bulan April 2018 di Bogor kini telah tumbuh subur dengan daun hijau lebat
dan telah mencapai tinggi sekitar 70 cm. Dari bibit yang ditanam ini, panen buah
Matoa diharapkan sekitar 4-5 tahun kemudian.
Buah
Matoa sebenarnya sudah sejak lama dibudidayakan di beberapa wilayah di Pulau Jawa.
Mengutip majalah “Trubus” dalam situsnya http://www.trubus-online.co.id/panen-matoa-di-kaki-muria,
bahwa Kabupaten Pati – Jawa Tengah merupakan salah satu sentra produksi buah Matoa
di pulau Jawa.
Menurut
“Trubus”, populasi pohon Matoa di kabupaten yang terletak di kaki Gunung Muria
tersebut telah mencapai ribuan pohon, bahkan sekitar 4.500 pohon telah berumur
10 – 20 tahun. Dari satu pohon matoa berumur di atas 10 tahun, bisa dipanen
sekiar 300 kg buah. Hasil panen Matoa tersebut kemudian dijual kepada beberapa
pemasok buah dan pasar swalayan di Kudus, Pati, Semarang, bahkan Padang- Sumatera
Barat, dan Jakarta.
Hingga
kini konsumen buah Matoa masih terbatas di kalangan tertentu, terutama kalangan
menengah ke atas, dijajakannya pun di gerai-gerai super market terkenal, maka
tidak heran jika buah Matoa dihargai tinggi, sekitar Rp50.000,00 – Rp65.000,00
per kg. Matoa berkulit merah paling
disukai pemasok buah dan pasar swalayan karena warnanya mencolok sehingga
menarik konsumen.
Anda
punya lahan nganggur? Lahan kosong? Daripada dibiarkan tidak produktif, tidak
ada salahnya jika dicoba ditanami Matoa. Pada saat setelah memasuki masa
berbuah, setidaknya anda dapat mencicipi dan memanennya dengan langsung memetiknya
sendiri. Untuk skala komersial (dikebunkan), jarak tanam yang biasa digunakan
adalah 8 x 12 meter. Dengan demikian pada lahan seluas 1 hektar, dapat ditanami
bibit Matoa sekitar 100 batang.
Dengan
produktivitas buah (pohon dewasa) mencapai (misalnya) 50-100 kg per pohon saja,
maka berapa banyak panen buah Matoa dari kebun anda? Berapa Rupiah yang bakal
anda dapatkan dari penjualan buah Matoa dari kebun anda?
Demikian,
mudah-mudahan bermanfaat.
0 komentar
EmoticonEmoticon