INFLASI, DEFLASI DAN BISNIS
Dalam kegiatan ekonomi suatu negara dikenal istilah inflasi dan deflasi. Dua kondisi yang satu sama lain saling berkebalikan. Inflasi dan deflasi berkaitan erat dengan kondisi ekonomi suatu negara. Secara periodik Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka inflasi atau deflasi yang terjadi di Indonesia pada periode tertentu yang merupakan hasil survey harga barang dan jasa di berbagai wilayah di Indonesia.
Inflasi adalah
melemahnya nilai tukar uang terhadap barang. Inflasi merupakan kondisi di mana
indeks harga barang terus mengalami kenaikan. Dalam kondisi inflasi harga barang-barang
menjadi lebih mahal.
Deflasi adalah
menguatnya nilai tukar uang terhadap barang. Deflasi merupakan kondisi
penurunan harga secara terus-menerus dalam periode tertentu. Pada kondisi
deflasi harga barang-barang menjadi lebih murah.
Pada saat terjadi
inflasi, uang yang beredar di pasar/masyarakat lebih banyak daripada barang dan
jasa yang tersedia, sedangkan deflasi adalah kebalikannya yaitu uang yang
beredar di pasar/masyarakat lebih sedikit daripada barang dan jasa yang
tersedia.
Dengan deflasi,
bukankah itu membuat masyarakat merasa diuntungkan, karena dapat hidup dengan biaya
lebih murah?. Padahal yang akan terjadi justru tidak seperti itu, jika kondisi deflasi
tersebut terjadi berkepanjangan, justru akan membuat kacau kondisi perekonomian.
Ssektor industri perlahan-lahan akan mati. Apabila itu terjadi, lagi-lagi
masyarakat juga yang akan dirugikan. Intinya inflasi maupun deflasi sama-sama masalah
yang harus dapat dikendalikan.
Beberapa hal
yang menyebabkan terjadinya inflasi diantaranya adalah biaya produksi suatu
barang yang terus meningkat dari waktu ke waktu. Baik itu pembelian bahan baku
maupun upah tenaga kerja dan biaya operasional lainnya. Dalam hal jumlah
produksi barang dan jasa tetap namun tingkat permintaan terhadap barang dan
jasa makin naik, maka harga barang dan jasa pun akan terkerek naik.
Penambahan
jumlah utang Pemerintah untuk menutup kekurangan anggaran yang membuat bank
sentral (Bank Indonesia) mencetak uang baru sehingga uang yang beredar di
pasar/masyarakat menjadi lebih banyak, merupakan salah satu penyebab lainnya
yang membuat naiknya harga barang dan jasa.
Deflasi dapat
terpicu apabila bank sentral menerapkan kebijakan uang ketat. Program penghematan
anggaran yang dilakukan Pemerintah juga dapat memicu terjadinya deflasi. Dengan
dua kebijakan tersebut uang yang beredar di pasar/masyarakat menjadi berkurang.
Program penghapusan pajak konsumen yang ditetapkan pemerintah juga dapat memicu
terjadinya deflasi.
Bagi dunia
industri, inflasi menyebabkan naiknya pendapatan. Dengan kenaikan harga penjualan
barang atau jasa yang lebih tinggi dibanding dengan kenaikan biaya produksi
menyebabkan keuntungan bersih yang didapatkan menajdi lebih besar. Pada kondisi
inflasi yang terkendali, sektor industri akan terus bergerak dan perekonomian pun
tumbuh.
Namun apabila
kondisi tersebut terus terjadi berkepanjangan dan tidak terkendali, dunia
industri pun akan terpukul, karena dengan harga barang yang terus naik sementara
pendapatan masyarakat tetap, daya beli akan menurun, harga barang akan sulit
dijangkau, yang pada akhirnya barang atau jasa yang diproduksi tidak ada yang
beli. Apabila barang atau jasa tidak ada yang beli, maka industri dipastikan
bangkrut.
Saat terjadi
inflasi yang parah, maka nilai investasi akan menurun, suku bunga akan naik
(mendorong masyarakat untuk menyimpan uangnya di bank untuk mengurangi jumlah
uang beredar), terjadi defisit neraca pembayaran, dan pada akhirnya kesejahteraan
masyarakat akan menurun.
Inflasi yang
parah kini terjadi di Venezuela yang tingkat inflasi bulanannya mencapai 200
persen. Harga jual satu kilogram daging ayam di Venezuela mencapai 14,6 juta Bolivar.
Kondisi inflasi yang parah terjadi juga di Zimbabwe sejak lama. Inflasi harian
di Zimbabwe mencapai 98%, sehingga harga barang berubah setiap hari.
Dalam kondisi
deflasi, harga barang dan jasa menjadi lebih murah, sedangkan di sisi lain
biaya produksi dan upah tenaga kerja serta biaya operasional lainnya tetap,
maka keuntungan bersih yang didapat oleh industri menjadi berkurang.
Bahkan jika terjadi
deflasi yang parah/tidak terkendali industri mengalami kebangkrutan. Bagaimana tidak,
nilai pendapatan yang diperoleh dari hasil penjualan barang atau jasa yang
diproduksinya lebih rendah daripada biaya produksi yang dikeluarkan.
Gambar : google image |
Negara yang
menerapkan kebijakan suku bunga minus diantaranya adalah Jepang, Swedia, Swiss
dan Jerman. Suku bunga negatif di Jepang telah diberlakukan sejak tanggal 16
Februari 2016 dengan menerapkan suku bunga minus sebesar 0,1 persen.
Penerapan
suku bunga negatif di Jepang dilakukan agar perekonomiannya kembali tumbuh,
karena selama ini masyarakat Jepang lebih banyak menyimpan dananya di perbankan
dan enggan untuk membelanjakannya, sehingga perekonomian Jepang tidak bergerak.
Bagaimana tidak, cukup dengan menyimpan uang di bank, mereka sudah bisa
mendapatkan keuntungan dengan bunga yang didapatkan. Pola konsumsi masyarakat Jepang
menjadi tidak bergerak.
Produk barang dan jasa yang dihasilkan industri dalam negeri
di Jepang dihargai murah di dalam negeri sehingga ekonomi Jepang kurang
bergairah. Oleh karena kondisi tersebut maka orientasi penjualan produk
industri Jepang adalah eksport. Bahkan perusahaan-perusahaan Jepang banyak menginvestaskan
dananya di luar negeri, contohnya di Indonesia, Vietnam dan Thailand.
Untuk mengobati deflasi yang akut, bank sentral Jepang
kemudian menerapkan kebijakan suku bunga negatif, diharapkan bisa mendorong
masyarakat Jepang untuk menarik dananya dan membelanjakannya ke sektor yang
lebih produktif sehingga perekonomian bergerak.
Dampak
jangka pendek kebijakan bank sentral Jepang tersebut memberi sentimen positif,
karena secara teori suku bunga negatif dapat mengurangi bunga pinjaman dan
meningkatkan permintaan akan kredit (pinjaman). Namun resikonya akan sangat
terasa bagi sektor perbankan, nasabah akan lebih memilih menyimpan uangnya di tempat
lain daripada di bank, akibat yang timbul adalah terjadinya kekurangan
likuiditas di bank.
Resiko lain
yang timbul adalah potensi terjadinya perang mata uang yaitu kondisi di mana negara-negara
berlomba-lomba melemahkan mata uangnya demi mengejar pertumbuhan ekonomi, dan jika
hal itu terjadi maka kondisi perekonomian global menjadi memanas.
Intinya
infasi maupun deflasi jika tidak terkendali dan tidak dikendalikan sama-sama
akan membahayakan perekonomian suatu negara, dan tentu saja terhadap bisnis
yang anda jalankan. Bank sentral mengendalikan kebijakan moneter dan Pemerintah
mengendalikan kebijakan fiskal.
Demikian,
mudah-mudahan bermanfaat.
0 komentar
EmoticonEmoticon