INDF
atau ICBP ?
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) merupakan konglomerasi
usaha yang didirikan dan dikuasai oleh almarhum Soedono Salim. Pemegang saham INDF
adalah CAB Holding Ltd - Seychelles sebanyak 4.396.103.450 lembar (50,07%), publik
sebanyak 4.382.943.030 lembar (49,92%), dan sisanya sebanyak 1.380.020 lembar
(0,03%) dikuasai oleh Anthoni Salim (anak Soedono Salim), Taufik Wiraatmadja
dan Franciscus Welirang (menantu Soedono Salim). CAB Holding Ltd - Seychelles
merupakan bagian dari First Pacific Company Ltd (FP) yang didirikan oleh keluarga
Salim dengan kantor pusat di Hong Kong.
Informasi tambahan, bahwa selain menguasai INDF, keluarga
Salim juga mempunyai kepemilikan saham di Elshinta Media, Bank Central Asia
Tbk (BBCA), Asuransi Jiwa Central
Asia Raya, Lautan Luas Tbk (LTLS), Indolife, Indocement Tunggal Perkasa Tbk (INTP), Indomaret, Indogrosir, Indomobil Sukses
International Tbk (IMAS), Central Asia Raya, Intikom Berlian
Mustika, Kentucky
Fried Chicken, Super
Indo, Total Chemindo Loka.
Gambar : google image |
INDF membawahi berbagai unit usaha yang secara garis
besar terbagi ke dalam 3 (tiga) kelompok bidang usaha meliputi produk makanan
dan minuman, agribisnis, pengemasan dan perkapalan serta distribusi.
Unit usaha produk makanan dan minuman adalah PT. Indofood CBP
Sukses Makmur Tbk (ICBP), yang mana ICBP ini membawahi PT. Indofood Fritolay
Makmur Indofood (M) Food Industries Sdn. Bhd, PT. Indofood Asahi Sukses
Beverage (JV dengan Asahi - Jepang), PT.
Nestle Indofood Citarasa Indonesia, PT. Indolakto, PT. Asahi Indofood Beverage
Makmur (JV dengan Asahi - Jepang), PT.
Surya Rengo Containers.
Unit
usaha produk agribisnis adalah PT.
Indofood Agri Resources Ltd yang tercatat di
Bursa Efek Singapura dan PT. Salim Ivomas
Pratama Tbk (SIMP) yang membawahi PT. PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP)
yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Unit usaha pengemasan dan perkapalan serta distribusi adalah PT. Inti Abadi
Kemasindo, Pacsari Pte. Ltd., Ocean 21 Pte. Ltd., PT. Samudra Sukses Makmur, PT.
Indomarco Adi Prima, PT. Putri Daya Usahatama, PT. Tirta Sukses Perkasa, PT.
Tirta Makmur Perkasa.
INDF menguasai saham ICBP sebanyak 9.329.526.000 lembar (80%)
bersama-sama dengan pemegang saham publik sebanyak 2.332.382.000 lembar (20%). ICBP
merupakan unit usaha hasil penggabungan dari PT. Gizindo Primanusantara, PT.
Indosentra Pelangi, PT. Indobiskuit Mandiri Makmur dan PT. Ciptakemas Abadi.
Produk INDF dan unit-unit usahanya dapat dengan mudah kita temukan
baik itu di pasar modern maupun pasar tradisional bahkan sampai pedagang kaki
lima di pinggiran jalan raya dengan berbagai merk dagang, meliputi produk mi
instan, minyak goreng dan lemak, makanan dan minuman ringan, makanan bayi,
susu, tepung terigu dan bumbu dapur.
Beberapa merk dagang itu diantaranya adalah Indomie, Pop Mie, Sarimi,
Supermi, Sakura, Sarimi Gelas, Intermi, Mie Telur Cap 3 Ayam, Pop Bihun, Cheetos (lisensi dari PepsiCo),
Chiki, Jet-Z, Lay's (lisensi
dari PepsiCo), Chitato, Qtela, Wonderland, Trenz, Dueto, Bim-Bim, Indomilk, Cap
Enaak, Milkuat, Indoeskrim, Kremer, Freiss, Orchid
Butter, Piring Lombok, Kecap Indofood,
Sambal Indofood, Promina, Provita, Govit,
Buburia, SUN, Bumbu Kaldu Indofood, Bumbu Instan Indofood, Bumbu Racik
Indofood, Cakra Kembar Emas, Cakra Kembar, Segitiga Biru, Lencana Merah, Kunci
Biru, La Fonte, Bimoli, Simas Palmia, Royal Palmia, Happy Salad Oil, Amanda, Delima,
Palmia. Produk minuman ringan yaitu Pepsi,
Pepsi Blue, 7 Up, Mirinda, Tekita, Fruitamin, Tropicana Twister, Ichi Ocha, Caféla
Latte, Club.
INDF selaku induk usaha dan ICBP selaku anak usaha, keduanya
berada dalam satu sektor industri yang sama yaitu sektor konsumsi pada sub
sektor industri makanan dan minuman di Bursa Efek Indonesia. Oleh karena itu menarik
dicermati jika kita berminat menjadikan salah satunya sebagai tempat kita berinvestasi
(jangka panjang).
Data di atas menunjukan bahwa di harga Rp8.050 saham INDF
diperdagangkan pada rasio P/E 21,82 kali dan rasio P/BV 1,57 kali dengan rasio
D/E 1,06 kali. Sedangkan di harga Rp8.225 saham ICBP diperdagangkan pada rasio
rasio P/E 33,87 kali dan rasio P/BV 5,38 kali dengan rasio D/E 0,58 kali.
Dengan data di atas maka harga INDF saat ini tampak lebh
murah darpada ICBP. Namun jika kita lihat ROE dan ROA ICBP yang lebih tinggi daripada
INDF, tentu agresivitas pertumbuhan kinerja usaha INDF masih kalah dibanding
ICBP, sehingga meski ICBP terlihat lebih mahal, namun hal tersebut didukung
dengan kinerja usahanya yang lebih agresif yang menjanjikan pencapaian laba
bersih (dengan asumsi keduanya tumbuh sejajar) yang lebih baik di masa depan dibanding
INDF.
Pada sisi lain rasio D/E INDF sebesar 1,06 kali, lebih tinggi
daripada rasio D/E ICBP yang hanya 0,58 kali, meski resiko gagal bayar INDF
hampir mustahil, namun tentu saja rasio D/E ICBP lebih bagus daripada INDF.
Penguasaan ICBP oleh INDF adalah sebesar 80%, maka ekuitas
INDF pada ICBP sejumlah Rp17.819.796.000.000,00 x 80% =
Rp14.255.836.800.000,00. Jumlah ekuitas tersebut setara dengan 31,75% ekuitas
INDF secara keseluruhan yang sebesar Rp44.905.785.000.000,00.
Dengan angka prosentase di atas dan mengingat bahwa INDF ini mempunyai
anak usaha yang terdiversifikasi ke dalam tiga bidang usaha yang berlainan,
maka kinerja usaha INDF tentu saja akan dipengaruhi oleh kondisi iklim usaha di
tiga bidang anak usaha tersebut. Misalnya, apabila iklim usaha di bidang
konsumsi sedang bagus tetapi di sisi lain iklim usaha di bidang agribisnis
(CPO) sedang lesu, maka secara konsolidasi kinerja usaha INDF di sektor
konsumsi (melalui ICBP) yang bagus akan terkoreksi dengan kinerja usaha INDF di
sektor agribisnis (melalui SIMP dan LSIP) yang sedang lesu.
Lain halnya dengan kinerja ICBP yang hanya dipengaruhi oleh
iklim usaha di bidang konsumsi saja yang katanya sektor “tahan banting” di
segala kondisi perekonomian. Oleh karena itu perlu diingat bahwa kinerja usaha INDF
tidak akan seiring sejalan secara utuh dengan kinerja usaha ICBP meski keduanya
berada dalam satu sektor industri yang sama.
Korelasi antara kinerja usaha INDF dengan kinerja usaha ICBP dalam
Laporan Keuangan sebagai berikut :
a.
Pada saat kinerja ICBP bagus dan kinerja INDF (di bidang
usaha lainnya) juga bagus maka kinerja INDF akan tetap bagus.
b.
Pada saat kinerja ICBP bagus dan kinerja INDF (di bidang
usaha lainnya) jelek atau biasa-biasa saja maka kinerja INDF akan terdorong menjadi
agak bagus karena bagusnya kinerja ICBP.
c.
Pada saat kinerja ICBP jelek dan kinerja INDF (di bidang
usaha lainnya) bagus maka kinerja INDF akan tereduksi menjadi kurang bagus
karena jeleknya kinerja ICBP.
d.
Pada saat kinerja ICBP jelek dan kinerja INDF (di bidang
usaha lainnya) juga jelek maka kinerja INDF akan tetap jelek.
Di bagian atas telah kita singgung bahwa dengan menggunaan
rasio P/E dan rasio P/BV harga INDF saat ini tampak lebih murah daripada harga
ICBP, namun meski begitu secara agresivitas pertumbuhan kinerja ICBP lebih baik
daripada INDF. Berapa harga wajar INDF maupun ICBP saat ini, berapa harga wajar
keduanya lima tahun yang akan datang. Harga 5 tahun ke depan di sini tentu saja
perhitungan harga dari tinjauan fundamental emiten berdasarkan data pada
Laporan Keuangan sebelumnya, terlepas dari harga yang dibentuk oleh persepsi
pasar. Kita cermati data berikut ini :
a.
Data Dividen, EPS dan PER
Berikut data
dividen, EPS dan PER saham INDF. Kita gunakan data kurun waktu 4 tahun terakhir
agar supaya perhitungan valuasi saham yang dihasilkan lebih obyektif (lebih
baik lagi jika menggunakan data kurun waktu lebih lebar, misalnya 10 tahun).
b. Data rata-rata DPR, pertumbuhan EPS, dan PER
Dengan data di atas kita dapatkan data DPR (Dividend Payout Ratio)
dengan cara membagi Dividen dengan EPS, juga didapatkan data rata-rata
pertumbuhan EPS dan rata-rata PER sebagai berikut :
Teknik valuasi Charles S. Mizrahi dalam bukunya “Getting Started in
Value Investing” menetapkan
batasan bahwa jika rata-rata pertumbuhan EPS > 0,15 digunakan angka proyeksi
pertumbuhan EPS ke depan adalah 0,15. Jika rata-rata pertumbuhan EPS < 0,15
digunakan angka proyeksi pertumbuhan EPS ke depan adalah 0,10. Jika rata-rata
PER > 20 digunakan angka proyeksi PER ke depan adalah 17. Jika rata-rata PER
< 20 digunakan angka poyeksi PER ke depan adalah 12.
Angka proyeksi
tersebut digunakan menurut Mizrahi dengan tujuan untuk menghindari
ketidaktepatan dalam menghitung harga wajar saham akibat angka pertumbuhan EPS
yang tinggi yang akan mengakibatkan harga saham menjadi tinggi pula, atau
karena angka pertumbuhan EPS yang rendah yang akan mengakibatkan harga saham
menjadi terlalu rendah, mengingat kinerja usaha emiten itu tidak statis.
c. Future Value EPS
Selanjutnya kita hitung proyeksi EPS untuk 5 tahun ke depan (tahun
2016-2020) dimulai dari EPS tahun terakhir (EPS tahun 2015). Karena rata-rata
pertumbuhan EPS seperti tabel di atas < 0,15 maka kita gunakan angka proyeksi
0,10 sebagai berikut :
Sesuai dengan perhitungan data pada tabel di atas, Future Value EPS
saham INDF (tahun 2020) adalah sebesar Rp544,35.
Proyeksi harga
saham di akhir tahun ke-5 (tahun 2020) adalah perkalian Future Value EPS dengan
rata-rata PER. Karena rata-rata PER seperti tabel di atas > 20, maka kita
gunakan angka proyeksi 17, dengan perhitungan sebagai berikut :
Harga Saham = EPS x PER
= Rp544,35 x 17 kali
= Rp9.253,95.
Pada akhir tahun ke-5 mendatang (tahun 2020), harga saham INDF
diperkirakan diperdagangkan pada harga sekitar Rp9.253,95.
e.
Akumulasi Dividen
Akumulasi dividen yang akan diterima selama 5 tahun ke depan (2016-2020)
dengan cara mengalikan Future Value EPS dengan DPR sebagai berikut :
Berdasarkan perhitungan data pada tabel di atas bahwa jumlah dividen
saham INDF yang akan diterima selama 5 tahun ke depan (tahun 2016-2020) adalah
sejumlah Rp1.129,49.
f.
Future Value Total
Future Value
total harga saham INDF adalah penjumlahan harga saham di akhir tahun ke-5 (tahun
2020) dengan jumlah akumulasi dividen pada tahun ke-5 (tahun 2020) sebagai
berikut :
FV Harga Saham
Total = Rp9.253,95 + Rp1.129,49.
= Rp10.383,44.
g.
Present Value (Harga Wajar)
Apabila kita
menginginkan tingkat imbal hasil sebesar 20% per tahun selama 5 tahun ke depan
(2016-2020), maka kita diskontokan sehingga maka harga wajar saham INDF saat
ini adalah sebagai berikut :
PV (harga wajar)
= FV / (1 + R) n
= Rp10.383,44 / (1 + 0,20) 5
=
Rp4.172,87.
Perlu diingat
bahwa harga wajar sebesar Rp4.172,87 hasil perhitungan tersebut jika kita
menginginkan imbal hasil sebesar 20% per tahun selama 5 tahun ke depan. Namun
jika kita menginginkan imbal hasil sebesar 15% per tahun maka harga wajarnya sebesar
Rp5.162,40. Begitu pun jika anda menginginkan imbal hasil sebesar 25% per tahun
maka harga wajarnya sebesar Rp3.402,45.
Kemudian kita
bandingkan harga wajar saham INDF tersebut dengan harga di market saat ini.
Jika harga saham di market saat ini di atas Rp4.172,87 maka saham INDF
overvalued. Jika harga saham di market saat ini lebih rendah dari Rp4.172,87
maka saham INDF undervalued.
Selanjutnya, berapa harga wajar ICBP saat ini, berapa harga
ICBP 5 tahun ke depan. Kembali harap diingat bahwa harga 5 tahun ke depan di
sini tentu saja perhitungan harga dari tinjauan fundamental emiten berdasarkan
data pada Laporan Keuangan sebelumnya, terlepas dari harga yang dibentuk oleh
persepsi pasar. Kita cermati data berikut ini :
a.
Data Dividen, EPS dan PER
b.
Data rata-rata DPR, pertumbuhan EPS, dan PER
c.
Future Value EPS
d.
Future Value Harga Saham
Proyeksi harga
saham di akhir tahun ke-5 (tahun 2020) adalah perkalian Future Value EPS dengan
rata-rata PER. Karena rata-rata PER seperti tabel di atas > 20, maka kita
gunakan angka proyeksi 12, dengan perhitungan sebagai berikut :
Harga Saham = EPS x PER
= Rp829,41 x 12 kali
= Rp9.952,92.
Pada akhir tahun ke-5 mendatang (tahun 2020), harga saham ICBP
diperkirakan diperdagangkan pada harga sekitar Rp9.952,92.
e. Akumulasi Dividen
Berdasarkan perhitungan data pada tabel di atas bahwa jumlah dividen
saham ICBP yang akan diterima selama 5 tahun ke depan (tahun 2016-2020) adalah
sejumlah Rp1.719,24.
f.
Future Value Total
Future Value
total harga saham ICBP adalah penjumlahan harga saham di akhir tahun ke-5
(tahun 2020) dengan jumlah akumulasi dividen pada tahun ke-5 (tahun 2020)
sebagai berikut :
FV Harga Saham
Total = Rp9.952,92 + Rp1.719,24.
= Rp11.672,16.
g.
Present Value (Harga Wajar)
Apabila kita
menginginkan tingkat imbal hasil sebesar 20% per tahun selama 5 tahun ke depan
(2016-2020), maka kita diskontokan sehingga maka harga wajar saham ICBP saat
ini adalah sebagai berikut :
PV (harga wajar)
= FV / (1 + R) n
= Rp11.672,16 / (1 + 0,20) 5
=
Rp4.690,78.
Harga wajar
sebesar Rp4.690,78 hasil perhitungan tersebut jika kita menginginkan imbal
hasil sebesar 20% per tahun selama 5 tahun ke depan. Namun jika kita
menginginkan imbal hasil sebesar 15% per tahun maka harga wajarnya sebesar Rp5.803,13.
Begitu pun jika anda menginginkan imbal hasil sebesar 25% per tahun maka harga
wajarnya sebesar Rp3.824,73.
Apabila kita bandingkan dengan harga saham di
market saat ini maka baik INDF maupun ICBP keduanya overvalued. Namun
sebagaimana kita ketahui bersama, saham-saham di sektor konsumsi rata-rata
berharga premium (mahal) karena konon katanya di masa krisis pun emiten sektor
ini masih tetap bisa tumbuh, sehingga dipercaya saham-saham sektor ini layak
untuk investasi (jangka panjang). Oleh karena itu kembali ke pertanyaan di
atas, pilih induknya (INDF) atau anakanya (ICBP)?. Meski keduanya overvalued, mana
yang lebih murah diantara keduanya? Pada bahasan bagian pertama di atas, INDF tampak
lebih murah dibanding ICBP, namun secara kualitatif terlihat ICBP lebih menarik.
Kitu hitung ualng dan bandingkan kembali keduanya di bawah ini.
Pada tingkat imbal hasil sebesar 20% per tahun
harga wajar INDF Rp4.172,87 dan ICBP Rp4.690,78. Harga pasar INDF saat ini (tanggal
3 Maret 2017) Rp8.050 dan ICBP Rp8.225, maka rasio harga pasar terhadap harga wajar
INDF adalah Rp8.050/Rp4.172,87 = 192,91%, sedangkan rasio harga pasar terhadap harga
wajar ICBP adalah Rp8.225/Rp4.690,78 = 175,34%.
Dengan menggunakan rasio ini maka tingkat
kenaikan harga pasar terhadap harga wajar INDF telah mencapai 92,91%, sedangkan
tingkat kenaikan harga pasar ICBP terhadap harga wajarnya baru mencapai 75,34%,
sehingga ICBP lebih murah dibandingkan INDF. Lagipula pertumbuhan kinerja ICBP
lebih agresif, dan hanya dipengaruhi oleh kondisi usaha di sektor konsumsi
saja.
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.
Terima kasih...komplit bangat
ReplyDeletemudah2an bermanfaat
DeleteBoleh tahu ambil datanya dari mana pak?
ReplyDeleteBoleh tahu ambil data datanya dari mana pak?
ReplyDeletebanyak sumber data rujukan, dari laporan keuangan, atau bisa juga dari RTI, dll
DeleteBoleh tahu ambil data datanya dari mana pak?
ReplyDeletesangat bermanfaat, isi dan tampilan luar biasa.
ReplyDeleteterima kasih
Delete