VALUASI SAHAM
(METODA KOMPARATIF)
1 DARI 3 BAGIAN
Sebagai investor saham kita “wajib” mengetahui harga
wajar suatu saham (fair value) sebagai bahan untuk pengambilan keputusan
buy/sell/hold dalam periode tertentu. Salah satu cara yang biasa digunakan
adalah dengan melakukan valuasi, yaitu dengan menghitung perkiraan harga wajar
suatu saham pada saat tertentu. Harga wajar biasa juga disebut nilai intrinsik
suatu saham yaitu nilai yang menggambarkan kondisi riil suatu emiten (unit
manajemen) pada saat tertentu pula.
Harga wajar berbeda dengan harga saham pada saat
diperjual-belikan di bursa. Harga saham suatu emiten dengan kinerja “buruk”
bisa saja sangat tinggi karena direkayasa oleh market maker, atau bisa juga
saham suatu emiten dengan kinerja “sangat bagus” harganya malah lebih rendah dari
harga wajarnya karena sebagian besar pelaku market di bursa saham tidak tahu (belum
tahu) bahwa emiten tersebut berkinerja baik.
Jika harga saham di market lebih rendah dari
harga wajarnya maka saham dimaksud disebut “undervalued”, saatnya anda membeli
saham tersebut. Sementara bila harga saham di market lebih tinggi dari harga
wajarnya maka saham dimaksud disebut “overvalued”, saatnya anda menjual saham
tersebut. Valuasi saham ini berguna untuk pegangan anda sebagai investor ketika
terjadi fluktuasi harga saham yang ekstrim di market, terutama pada kondisi
bearish. Jika kita mengetahui harga wajar suatu saham, itu akan memudahkan kita
untuk memutuskan buy/hold/sell pada saat harga saham berfluktuasi tajam.
Gambar : google image |
a.
Metoda Komparatif, yaitu dengan membandingkan
rasio-rasio keuangan emiten tersebut dengan rasio-rasio keuangan emiten lainnya
dalam satu sektor sejenis. Rasio keuangan yang digunakan biasanya berupa PER,
PBV, dan rasio lainnya.
b.
Metoda Absolut, yaitu dengan menggunakan hanya
faktor fundamental emiten yang bersangkutan, atau tidak dibandingkan dengan
emiten lain. Biasanya faktor yang digunakan adalah dividen atau arus kas.
Namun pada pembahasan kali ini kita hanya
mengulas mengenai valuasi saham dengan Metoda Komparatif. Sedangkan pembahasan
mengenai Metoda Absolut kita lakukan di lain kesempatan.
Metoda Komparatif
Ticker
|
#WIKA
|
Harga saham (tanggal 1 April 2016)
|
Rp2.640
|
Total jumlah saham
|
6.149.225.000 lembar
|
Laba bersih tahun 2015
|
Rp625.040.000.000.
|
Total equitas
|
Rp5.440.000.000.000.
|
Dari daftar di atas kita dapat menghitung valuasi
saham #WIKA dengan rasio PER (price earning ratio). Data di atas menunjukan
bahwa EPS #WIKA adalah Rp625.040.000.000/6.149.225.000 lembar saham = Rp101,65
per lembar saham. Maka PER #WIKA pada tanggal 1 April 2015 adalah :
PER = Harga saham / EPS
= Rp2.640 / Rp101,65
= 25,97 kali
Dengan PER sebesar 25,97 kali, tentu saja harga saham WIKA per tanggal 1
April 2016 sebesar Rp2.640 sudah terhitung mahal. Karena dengan PER sebesar
itu, kita harus menunggu selama 25,97 tahun agar investasi kita kembali ke
modal awal (BEP), dengan asumsi pendapatan perusahaan tetap dan seluruh
pendapatan perusahaan diberikan kepada kita. Lantas, apakah saham seperti itu
tidak layak untuk investasi? Tidak juga.
PER yang tinggi menunjukan bahwa perusahaan
adalah incaran investor sehingga harga sahamnya terus mengalami kenaikan yang
akhirnya PER-nya tinggi juga. Maka langkah yang paling tepat adalah
membandingkan PER saham #WIKA dengan PER saham perusahaan lain dalam satu sektor
(sub sektor) sejenis atau membandingkan dengan rata-rata PER sektor (sub
sektornya) yaitu sektor properti dan konstruksi (sub sektor konstruksi).
Data di @syariahsaham.com menunjukan bahwa
rata-rata PER sub sektor konstruksi per tanggal 1 April 2016 adalah sebesar
27,45 kali. Dengan demikian harga saham #WIKA dengan PER sebesar 25,97 kali
masih dibawah rata-rata PER sub sektornya yang sebesar 27,45 kali, atau bisa
disebut wajar atau bahkan murah (undervalued).
Perbandingan lain selain PER yang dapat kita
gunakan adalah PBV (Price to Book Value). Nilai Buku/Book Value (BV) saham #WIKA
berdasarkan data Laporan Keuangan Tahun 2015 adalah :
BV = Total equitas / Total
jumlah saham beredar
= Rp5.440.000.000.000
/ 6.149.225.000 lembar saham
= Rp884,66 per
lembar saham
Dengan demikian, maka PBV (Price to Book Value) saham #WIKA pada tanggal
1 April 2016 dengan harga sebesar Rp2.640 adalah :
PBV = harga saham / book value
= Rp2.640 /
Rp884,66
= 2,98 kali
Dengan PBV sebesar 2,98 kali, tentu saja harga saham WIKA per tanggal 1
April 2016 seharga Rp2.640 sudah terhitung mahal. Karena dengan PBV sebesar
itu, jika saat ini #WIKA dilikuidasi, maka dari pembelian saham seharga Rp2.640
per lembar, asset yang akan kita dapatkan hanya senilai Rp884,66 per lembar
saham, itu pun sebelum dikurangi utang-utang ke kreditur, dan apabila setelah
dikurangi dengan kewajiban pelunasan utang, maka tentu saja yang akan kita
terima tidak senilai Rp884,66 per lembar saham, yang akan kita terima lebih
rendah dari itu. Lantas, apakah saham dengan PBV tinggi seperti itu “tidak
layak” untuk investasi? Tidak juga.
PBV yang tinggi menunjukan bahwa investor menaruh
ekspkektasi yang tinggi terhadap pertumbuhan perusahaan sehingga harga sahamnya
terus mengalami kenaikan yang akhirnya PBV-nya tinggi juga. Oleh karena itu
langkah yang paling tepat adalah membandingkan PBV saham #WIKA dengan PBV saham
perusahaan lain dalam sektor (sub sektor) sejenis atau membandingkan dengan
rata-rata PBV sektor (sub sektornya) yaitu sektor properti dan konstruksi (sub
sektor konstruksi).
Data di @syariahsaham.com menunjukan bahwa
rata-rata PBV saham sub sektor konstruksi per tanggal 1 April 2016 adalah
sebesar 2,55 kali. Dengan demikian saham #WIKA dengan PBV sebesar 2,98 kali
sudah di atas rata-rata PBV saham sub sektornya yang sebesar 2,55 kali, atau
bisa disebut mahal (overvalued).
Dari data di atas menunjukan bahwa jika valuasinya
menggunakan PER, maka harga saham #WIKA saat ini masih murah (undervalued),
tapi jika valuasinya menggunakan PBV, maka harga saham #WIKA saat ini sudah mahal
(overvalued).
Dengan PER yang masih dibawah PER rata-rata sub
sektornya, saham #WIKA layak investasi bagi investor type apa pun, baik itu
konservatif, moderat, maupun agresif. Namun dengan PBV yang lebih tinggi dari
rata-rata PBV saham sub sektornya, kita harus benar-benar menjadi seorang
investor yang bertype agresif.
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.
0 komentar
EmoticonEmoticon