VALUASI SAHAM
(METODA ABSOLUT – DIVIDEND DISCOUNT MODEL)
2
DARI
3 BAGIAN
Kalau sebelumnya pada bagian 1 (satu) kita bahas
mengenai valuasi saham dengan metoda komparatif, kali ini kita lanjutkan pembahasan
kita mengenai valuasi saham dengan metoda absolut Dividend Discount Model (DDM).
Dalam metoda ini, parameter yang digunakan menggunakan hanya faktor fundamental
emiten yang bersangkutan berupa angka-angka dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham, tanpa membandingkannya dengan rasio-rasio keuangan emiten lain
dalam satu industri (sektor/sub sektor).
DDM merupakan salah satu metoda yang biasa
digunakan dalam menghitung valuasi saham, yang intinya bahwa perhitungan harga saham sekarang yang
menyatakan bahwa nilai saham sama dengan present value dari semua dividen yang
diharapkan di terima di masa yang akan datang. Pada metoda ini
diasumsikan bahwa kinerja keuangan (laba bersih) perusahaan (emiten) cenderung
stabil (konstan) dan besaran dividen yang dibagikan jumlahnya tetap. Metoda ini
memandang bahwa nilai perusahaan (yang dicerminkan dengan harga sahamnya)
adalah akumulasi seluruh dividen (uang) yang dibagikan kepada pemegang saham
selama perusahaan itu beroperasi yang kemudian didiskontokan pada tingkat
discount rate tertentu.
Harga wajar (HW) adalah rasio dari dividen (D) dibagi
dengan asumsi tingkat imbal hasil per tahun yang diinginkan (R).
Misalnya perusahaan ABCD membagikan dividen tiap
tahun secara tetap sebesar Rp500,00 per lembar saham. Sedangkan asumsi tingkat
imbal hasil per tahun yang diinginkan adalah sebesar 17%, maka harga wajar
saham ABCD adalah :
Harga Wajar =
Rp500,00 / 0,17
= Rp2.941,18.
Oleh karena itu harga saham ABCD yang akan kita
beli, tidak boleh lebih dari Rp2.941,18 per lembar.
Namun model DDM ini memiliki kelemahan, karena
dalam kenyataanya hampir tidak ada perusahan yang statis (tidak bertumbuh),
maka untuk melengkapinya model ini dikembangkan menjadi Constan Growth DDM atau
biasa disebut Gordon Model sesuai nama penemunya Myron Gordon. Harga wajar (HW)
adalah rasio dari dividen (D) dibagi dengan asumsi tingkat imbal hasil per
tahun yang diinginkan (R) yang dikurangi dengan tingkat pertumbuhan dividen
(G).
Contoh kita lihat data dividen dan pertumbuhan
dividen saham PT. Perusahan Gas Negara (#PGAS) selama 5 (lima) tahun terakhir
periode 2011 – 2015 sebagaimana tabel berikut ini.
Data pada tabel di atas menunjukan bahwa dividen saham
#PGAS terakhir sebesar Rp145,00, rata-rata dividen saham #PGAS pada periode
tahun 2011 – 2015 sebesar Rp169,40, dan tingkat pertumbuhan dividen per tahun
sebesar 0,03. Kita menentukan tingkat imbal hasil yang diinginkan sebesar 17%
per tahun, maka harga wajar saham #PGAS menurut Gordon Model adalah sebagai
berikut :
Harga wajar =
Rp145 / (0,17 – 0,03)
= Rp1.009,20.
Dari perhitungan di atas, harga wajar saham #PGAS
sebesar Rp1.009,20. Kemudian kita bandingkan dengan harga saham #PGAS di market
saat ini sebesar Rp2.660,00. Berdasarkan perhitungan Gordon Model maka harga
saham #PGAS saat ini sudah overvalued. Oleh karena itu pembelian saham #PGAS
bagi seorang investor hendaknya agar menunggu mendekati harga Rp1.009,20 atau
lebih rendah dari itu.
Disarankan untuk menggunakan data history
pembagian dividen yang lebih panjang, semakin panjang range waktu history
pembagan dividen, akan diperoleh hasil perhitungan yang lebih obyektif.
Kekurangan Metoda DDM :
a.
Hanya cocok diterapkan terhadap emiten yang
selalu membagikan dividen secara rutin, dan biasanya adalah emiten yang sudah
matang (mature) dengan pendapatan dan laba bersih yang stabil.
b.
Metoda DDM tidak bisa digunakan terhadap emiten
dengan pertumbuhan dividen yang sangat tinggi melebihi asumsi tingkat imbal
hasil yang diinginkan, yang mengakibatkan selisih negatif, sehingga harga wajar
saham tidak akan diperoleh karena hasil perhitungannya menjadikan harga saham
bernilai negatif.
Kelebihan Metoda DDM :
Lebih mudah dan cepat dalam perhitungannya.
Demikian, mudah-mudahan bermanfaat.
0 komentar
EmoticonEmoticon